Burung kingfisher memang punya pesona tersediri. Warna bulunya yang mencolok dan paruhnya yang panjang selalu mencuri perhatian para pengamat burung. Tapi, ada satu hal lagi yang tak kalah menarik: cara mereka bersarang. Alih-alih menumpuk ranting atau dedaunan seperti kebanyakan burung, mereka memilih membuat sarangnya di tempat tak terduga, yaitu lubang!
Sebuah misteri dari lubang sarang burung kingfisher
Nama kingfisher ditujukan untuk menyebut kelompok burung dari keluarga Alcedinidae, Dalcelonidae, dan Cerylidae. Si primadona ini kerap dijumpai berbagai habitat, mulai dari lahan pertanian, kebun, hutan, sekitar pemukiman, dan lokasi lain yang berdekatan dengan aliran air. Salah satu lokasi yang menjadi habitat kingfisher yaitu Hutan Kemuning yang berlokasi di Desa Kemuning, Kecamatan Bejen, Temanggung, Jawa Tengah. Di antara 25 jenis kingfisher yang ada di Indonesia, terdapat sekitar empat jenis yang dapat ditemukan disana, antara lain cekakak batu (Lacedo pulchella), cekakak jawa (Halcyon cyanoventris), cekakak sungai (Todirhamphus chloris), dan udang api (Ceyx erithaca).
Berbeda dengan burung pada umumnya, dibanding merakit helai demi helai dedaunan hingga membentuk sarang yang unik dan kuat, kingfisher lebih memilih menggali tanah untuk membuat lubang sarang. Bahkan ada yang menggunakan rongga pohon untuk bersarang. Keunikan ini juga terlihat pada beberapa jenisnya di Hutan Kemuning seperti cekakak sungai, udang api dan cekakak batu yang menggunakan rongga pohon sebagai sarang. Uniknya lagi, ada penelitian di Singapura yang menemukan kalau kingfisher juga membuat lubang sarang di sarang arboreal rayap.

(Foto: Hilda/Magang JAWI)
Jadi kenapa sih kingfisher lebih memilih lubang sarang?
Bentuk paruh kingfisher yang panjang dan berat menjadi salah satu alasan mengapa burung-burung ini memilih menjadikan lubang sebagai sarang. Tidak seperti burung bulbul atau lainnya, struktur paruh mereka tidak cocok digunakan untuk membangun sarang dari ranting ataupun daun. Sebagai gantinya, mereka beradaptasi dengan menggunakan lubang untuk bersarang, karena paruh mereka tidak cukup kuat untuk menggali lubang di batang atau dahan pohon seperti yang dilakukan burung pelatuk. Untuk itu, mereka menggali lubang di tanah atau dengan mencari lubang-lubang yang sudah ada, seperti rongga pohon, sarang rayap tua, serta menciptakan sarang di tanaman dan akar pakis yang lebih lembut.

Sumber : Maryse Jansen/marysejansenart.com
Lubang sarang dianggap memberikan suhu yang stabil, dan lebih baik dalam memberi perlindungan dari perubahan cuaca serta mengurangi risiko serangan predator atau gangguan manusia. Risiko pemangsaan ditemukan lebih tinggi pada sarang yang tidak berlubang dibandingkan dengan yang sarang berlubang. Selain sebagai tempat berlindung, lubang sarang digunakan kingfisher untuk menginkubasi telur dan membesarkan anaknya. Burung ini juga dikenal sebagai burung pemilih, terutama dalam memilih lokasi lubang sarang. Hal ini dikarenakan mereka hanya membuat lubang baru saat musim kawin tiba, demi meningkatkan keberhasilan reproduksi dan perlindungan bagi anak-anak mereka.
Kecerdasan dalam Pemilihan Sarang
Kingfisher cenderung mencari lokasi yang dekat dengan sumber pakan dan aman dari gangguan parasit atau predator. Mereka menyukai tanah liat berpasir dan tidak terlalu berbatu karena lebih mudah digali, membutuhkan energi lebih sedikit, namun tetap kokoh dan memiliki porositas tinggi untuk menjaga sirkulasi udara dalam sarang. Lokasi ideal lainnya yaitu tempat yang lebih tinggi dari permukaan air, agar sarang terhindar dari genangan dan serangan predator seperti tikus, musang, atau berang-berang. Bukit curam atau tebing yang minim vegetasi jadi favorit mereka, karena terhindar dari akar tumbuhan yang memicu kerusakan sarang.
Burung kingfisher biasanya memilih lokasi sarang dekat pohon mati atau hampir mati untuk bertengger dan mengawasi sarang, juga mangsa. Mereka menyukai tempat yang sepi dan jauh dari manusia, namun jika dekat dengan manusia, mereka lebih memilih tempat yang minim aktivitas manusia. Menariknya, tidak semua jenis kingfisher mengutamakan kedekatan dengan air saat memilih lokasi sarang.
Kingfisher betina dan jantan bekerja sama membuat sarang, dengan jantan yang pertama kali menggali. Mereka menggali lubang secara horizontal dengan paruh atau kadang-kadang dengan kaki, biasanya pada pagi dan sore. Lubang sarang yang dibuat akan menyempit secara bertahap dari pintu masuk ke bagian tengah, membentuk ruangan sedikit ke atas dan horizontal.
Di dalam lubang sarang, terdapat koridor dan ruang khusus tempat induk betina meletakkan 4–7 butir telur. Uniknya, telur-telur ini diletakkan di atas lapisan tipis dari pelet regurgitasi—sisa mangsa yang tidak tercerna, seperti tulang ikan yang dikeluarkan kembali oleh induk.Setiap jenis kingfisher memiliki lubang sarang yang disesuaikan dengan ukuran tubuh mereka. Cekakak sungai, cekakak batu, dan cekakak jawa yang memiliki ukuran tubuh sama memiliki lubang sarang yang hampir sama juga, yakni kedalaman lubang sekitar 48-152 cm, dengan diameter koridor masuk sekitar 6,5-14 cm, dan ruang utama sekitar 7,5-12 cm. Sementara itu, burung udang api, yang lebih kecil, memiliki lubang sarang yang lebih dangkal, sekitar 31-48 cm, dengan diameter koridor masuk sekitar 3,8-5 cm, dan ruang bertelur sekitar 7,7-10 cm.
Faktor lain yang mungkin berkontribusi terhadap perbedaan ukuran lubang sarang yaitu, kondisi induk betina, ketersediaan sumber daya yang diperlukan untuk menghasilkan telur, waktu bertelur pada musim tersebut dan antisipasi ketersediaan makanan di masa depan untuk memberi makan anak-anak burung.
Kecerdikan juga dimiliki oleh spesies kingfisher, tidak hanya satu galian, biasanya kingfisher membuat lebih dari satu galian di kedua sisi sarang utamanya. Perilaku ini bertujuan untuk mengelabuhi predator kingfisher. Jadi, begitulah kehebatan dan keunikan dari burung kingfisher yang keren ini.
Referensi
Ali, A. M. S., Asokan, S., & Manikannan, R. (2010). Observations on nesting ecology of White-breasted Kingfisher Halcyon smyrnensis (Aves: Coraciiformes) in Cauvery Delta, Southern India. Journal of Ecology and the Natural Environment, 2(7), 134-139.
Hadravová, A., Peške, L., & Čech, M. (2024). Monitoring Kingfisher Breeding Phases by Using Temperature Data Loggers: Benefits and Limitations. Preprints 2024, 2024031685. https://doi.org/10.20944/preprints202403.1685.v1
Hindwood, K. A. (1959). The Nesting of Birds in the Nests of Social Insects. Emu – Austral Ornithology, 59(1), 1–36. doi:10.1071/mu959001 10.1071/mu959001
HOOGLAND, J.L. and SHERMAN, P.W. 1976. Advantages and disadvantages of bank swallow (Riparia riparia) coloniality. Ecol. Monogr. 46, 33-58.
Jahan, I., Begum, S., Feeroz, M. M., Das, D. K., & Datta, A. K. (2018). Nesting pattern of birds in Jahangirnagar University Campus, Bangladesh. Journal of Threatened Taxa, 10(5), 11618-11635.
Lack, D. 1968. Ecological Adaptations for Breeding in Birds. Methuen, London. 409 pp
Lim Kim Seng. The Avifauna of Singapore. 2009. Singapore Avifauna
Naher, H., & Sarker, N. J. (2016). Nest and nest characteristics of Common Kingfisher (Alcedo atthis) and White-throated Kingfisher (Halcyon smyrnensis) in Bangladesh. Bangladesh Journal of Zoology, 44(1), 99-109.